Indonesia merupakan negara yang sangat
mementingkan pendidikan warga negaranya, sampai-sampai menjadikannya sebagai
salah satu tujuan nasional. Namun
seperti yang banyak diberitakan, biaya nampaknya masih menjadi kendala
kelancaran pendidikan di Indonesia.
Meski berbagai jenis beasiswa sudah diluncurkan baik oleh pemerintah pusat dan daerah maupun dari dunia usaha, tetapi bantuan yang diberikan
relatif belum dapat memenuhi kebutuhan studi mahasiswa hingga selesai. Melihat
kebutuhan tersebut, maka pada tahun 2010 pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) meluncurkan Program Bantuan Biaya Pendidikan
Bidikmisi. Program tersebut tentu
disambut baik, terutama bagi calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik
yang baik namun tidak mampu secara ekonomi. Bidikmisi mampu membuka kesempatan
bagi mereka yang memiliki keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan di
perguruan tinggi sampai lulus tepat waktu.
Penyelenggara program Bidikmisi adalah seluruh
perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta terpilih di bawah
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Sebagai perguruan tinggi negeri unggulan di
Kabupaten Jember, Universitas Jember sangat antusias menyambut program beasiswa
ini karena dapat turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengacu pada UU nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, yang menyatakan bahwa semua perguruan tinggi yang bekerja
sama dalam program Bidikmisi harus menyediakan setidaknya 20 persen dari
kesuluruhan mahasiswa baru, maka tahun ini Universitas Jember menerima 1.495
mahasiswa dengan fasilitas beasiswa Bidikmisi dari keseluruhan 6.362 mahasiswa
baru. Jumlah penerima Bidikmisi tersebut
meningkat sekitar 20,4 persen dari tahun lalu yang sebanyak 1.241
mahasiswa.
Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan
program Bidikmisi yang digadang-gadang mampu membawa kemajuan pada pendidikan
Indonesia ini pun tidak luput dari cacat.
Perundangan tentang penetapan kuota mahasiswa Bidikmisi, membuat
perguruan tinggi harus memutar otak untuk mengisi kuota mahasiswa
Bidikmisinya. Alhasil cara yang ditempuh
yaitu dengan melonggarkan proses seleksi yang terkesan asal-asalan sehingga
menghasilkan mahasiswa penerima Bidikmisi yang kurang tepat sasaran baik secara
ekonomi maupun akademiknya. Jika
dibiarkan, hal ini dapat merentet kepada permasalahan baru seperti menurunnya
motivasi belajar mahasiswa penerima beasiswa, kecemburuan sosial pada mahasiswa
yang tidak lolos seleksi Bidikmisi, hingga kemungkinan korupsi pada aparat
mengingat besarnya beasiswa yang diberikan.
Percaya atau tidak, beasiswa Bidikmisi pada
kenyataannya “dinikmati” oleh beberapa mahasiswa yang tidak seharusnya menerima
dana beasiswa. Banyak yang menyayangkan
hal tersebut, terutama mahasiswa yang tidak lolos seleksi Bidikmisi. Terlepas dari rasa cemburu mereka yang
timbul, namun melihat kenyataan memang demikian yang terjadi. Menilik di Fakultas Ekonomi, beberapa
mahasiswa penerima Bidikmisi nampaknya mengalihfungsikan beasiswa tersebut
menjadi pemenuhan gaya hidup yang terkesan hedonis. Memang sesuatu yang nampak tidak bisa
disimpulkan begitu saja, namun perubahan gaya hidup dari sebelum hingga setelah
menerima beasiswa menggambarkan betapa beasiswa mampu “memakmurkan” gaya hidup
mereka.
Beasiswa yang diterima mahasiswa Bidikmisi
seharusnya digunakan untuk biaya hidup dan biaya kuliah, namun jika melihat
barang-barang beberapa mahasiswa Bidikmisi, orang awam tentu tidak akan mengira
jika mereka penerima Bidikmisi. Selalu
meng-update kegiatan di media sosial
menggunakan gadget terbaru dengan fitur kamera yang jernih, dan kuliner dari
satu kafe ke kafe lain sudah bagai kebutuhan tiap malam minggu. Jangan kira mereka indekos di tempat yang
seadanya, justru sebaliknya mereka tinggal di tempat yang jauh lebih mewah
daripada mahasiswa yang tidak menerima Bidikmisi. Setidaknya seperti itu gambaran
indekos yang mereka upload di media
sosial.
Program beasiswa Bidikmisi telah berjalan selama 5
tahun dan tentu pantas diapresiasi, mengingat betapa pemerintah sejatinya
sangat memperhatikan pendidikan setiap warga negara dengan menganggarkan triliunan
rupiah demi terwujudnya program ini.
Program ini lahir dengan tujuan mulia, sehingga sangat disayangkan jika
pelaksanaannya banyak mengandung kecacatan.
Entah karena kelalaian saat proses seleksi, atau karena kesalahan
penerimanya, yang pasti program ini perlu dievaluasi setiap tahunnya sehingga
kejadian serupa dapat diminamilisir bahkan tidak terulang kembali. Memang tidak semua mahasiswa Bidikmisi
seperti yang dijabarkan di atas, namun semua yang dijabarkan di atas merupakan
gambaran sebagian kecil mahasiswa penerima Bidikmisi.
Pada zaman yang semakin menuntut pada kemajuan
ini, pendidikan akademis lambat laun menjadi kebutuhan setiap orang dan biaya
untuk memperolehnya semakin tidak sedikit. Karenanya, muncul beasiswa yang membawa angin
segar bagi mereka yang sesak oleh tingginya biaya pendidikan. Beasiswa jenis apapun dan dari manapun
asalnya, semua lahir karena misi mulia yakni memberikan akses bagi siapa pun
yang ingin menempuh pendidikan. Maka ketika
penerima beasiswa menggunakan dana tersebut tidak untuk kepentingan pendidikan,
ia sama halnya mengkkhianati sebuah niat yang mulia. Mengerikan memang ketika suatu kebaikan
disalahgunakan.
oleh: Triana Novitasari
Bagikan
Bidikmisi
4/
5
Oleh
Unknown