Selasa, 17 November 2015

Bidikmisi



Indonesia merupakan negara yang sangat mementingkan pendidikan warga negaranya, sampai-sampai menjadikannya sebagai salah satu tujuan nasional.  Namun seperti yang banyak diberitakan, biaya nampaknya masih menjadi kendala kelancaran pendidikan di Indonesia.  Meski berbagai jenis beasiswa sudah diluncurkan baik oleh pemerintah pusat dan daerah maupun dari dunia usaha, tetapi bantuan yang diberikan relatif belum dapat memenuhi kebutuhan studi mahasiswa hingga selesai.  Melihat kebutuhan tersebut, maka pada tahun 2010 pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) meluncurkan Program Bantuan Biaya Pendidikan Bidikmisi.  Program tersebut tentu disambut baik, terutama bagi calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik yang baik namun tidak mampu secara ekonomi. Bidikmisi mampu membuka kesempatan bagi mereka yang memiliki keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi sampai lulus tepat waktu. 
Penyelenggara program Bidikmisi adalah seluruh perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta terpilih di bawah Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.  Sebagai perguruan tinggi negeri unggulan di Kabupaten Jember, Universitas Jember sangat antusias menyambut program beasiswa ini karena dapat turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.    Mengacu pada UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menyatakan bahwa semua perguruan tinggi yang bekerja sama dalam program Bidikmisi harus menyediakan setidaknya 20 persen dari kesuluruhan mahasiswa baru, maka tahun ini Universitas Jember menerima 1.495 mahasiswa dengan fasilitas beasiswa Bidikmisi dari keseluruhan 6.362 mahasiswa baru.  Jumlah penerima Bidikmisi tersebut meningkat sekitar 20,4 persen dari tahun lalu yang sebanyak 1.241 mahasiswa.    
Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan program Bidikmisi yang digadang-gadang mampu membawa kemajuan pada pendidikan Indonesia ini pun tidak luput dari cacat.  Perundangan tentang penetapan kuota mahasiswa Bidikmisi, membuat perguruan tinggi harus memutar otak untuk mengisi kuota mahasiswa Bidikmisinya.  Alhasil cara yang ditempuh yaitu dengan melonggarkan proses seleksi yang terkesan asal-asalan sehingga menghasilkan mahasiswa penerima Bidikmisi yang kurang tepat sasaran baik secara ekonomi maupun akademiknya.  Jika dibiarkan, hal ini dapat merentet kepada permasalahan baru seperti menurunnya motivasi belajar mahasiswa penerima beasiswa, kecemburuan sosial pada mahasiswa yang tidak lolos seleksi Bidikmisi, hingga kemungkinan korupsi pada aparat mengingat besarnya beasiswa yang diberikan.
Percaya atau tidak, beasiswa Bidikmisi pada kenyataannya “dinikmati” oleh beberapa mahasiswa yang tidak seharusnya menerima dana beasiswa.  Banyak yang menyayangkan hal tersebut, terutama mahasiswa yang tidak lolos seleksi Bidikmisi.  Terlepas dari rasa cemburu mereka yang timbul, namun melihat kenyataan memang demikian yang terjadi.  Menilik di Fakultas Ekonomi, beberapa mahasiswa penerima Bidikmisi nampaknya mengalihfungsikan beasiswa tersebut menjadi pemenuhan gaya hidup yang terkesan hedonis.  Memang sesuatu yang nampak tidak bisa disimpulkan begitu saja, namun perubahan gaya hidup dari sebelum hingga setelah menerima beasiswa menggambarkan betapa beasiswa mampu “memakmurkan” gaya hidup mereka. 
Beasiswa yang diterima mahasiswa Bidikmisi seharusnya digunakan untuk biaya hidup dan biaya kuliah, namun jika melihat barang-barang beberapa mahasiswa Bidikmisi, orang awam tentu tidak akan mengira jika mereka penerima Bidikmisi.  Selalu meng-update kegiatan di media sosial menggunakan gadget terbaru dengan fitur kamera yang jernih, dan kuliner dari satu kafe ke kafe lain sudah bagai kebutuhan tiap malam minggu.  Jangan kira mereka indekos di tempat yang seadanya, justru sebaliknya mereka tinggal di tempat yang jauh lebih mewah daripada mahasiswa yang tidak menerima Bidikmisi. Setidaknya seperti itu gambaran indekos yang mereka upload di media sosial.
Program beasiswa Bidikmisi telah berjalan selama 5 tahun dan tentu pantas diapresiasi, mengingat betapa pemerintah sejatinya sangat memperhatikan pendidikan setiap warga negara dengan menganggarkan triliunan rupiah demi terwujudnya program ini.  Program ini lahir dengan tujuan mulia, sehingga sangat disayangkan jika pelaksanaannya banyak mengandung kecacatan.  Entah karena kelalaian saat proses seleksi, atau karena kesalahan penerimanya, yang pasti program ini perlu dievaluasi setiap tahunnya sehingga kejadian serupa dapat diminamilisir bahkan tidak terulang kembali.  Memang tidak semua mahasiswa Bidikmisi seperti yang dijabarkan di atas, namun semua yang dijabarkan di atas merupakan gambaran sebagian kecil mahasiswa penerima Bidikmisi. 
Pada zaman yang semakin menuntut pada kemajuan ini, pendidikan akademis lambat laun menjadi kebutuhan setiap orang dan biaya untuk memperolehnya semakin tidak sedikit.  Karenanya, muncul beasiswa yang membawa angin segar bagi mereka yang sesak oleh tingginya biaya pendidikan.  Beasiswa jenis apapun dan dari manapun asalnya, semua lahir karena misi mulia yakni memberikan akses bagi siapa pun yang ingin menempuh pendidikan.  Maka ketika penerima beasiswa menggunakan dana tersebut tidak untuk kepentingan pendidikan, ia sama halnya mengkkhianati sebuah niat yang mulia.  Mengerikan memang ketika suatu kebaikan disalahgunakan.


oleh: Triana Novitasari     


Bagikan

Jangan lewatkan

Bidikmisi
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.